Salam Perdamaian dalam Kebenaran

Sambutan

Kebenaran Sejati itu datangnya dari Allah Ta'ala
Love For All Hatred For None
Mahabbat sab keliye Nufrat kisise nehii

Rabu, 05 Mei 2010

Mukjizat Al Qur'an

Sebuah Manifestasi Petunjuk yang Pasti Bagi Manusia Yang Ber-Tuhankan Allah Swt *
Tatkala Al Qur’an terdengar maka kita akan ingat bahwa itulah bunyi Firman Allah Ta’ala. Wajib bagi kita untuk tersanjung syukur karena kita telah mengenal Al Qur’an. Wajib juga kita untuk waspada terhadap segala gangguannya.

Allah Ta’ala berfirman sebagai berikut:

‏ فَاِذَا قَرَاْتَ الْقُرْاٰنَ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطٰنِ الرَّجِيْمِ **

Maka apabila engkau hendak membaca Alquran maka mohonlah perlindungan Allah swt. dari syaitan yang terkutuk.(An Nahl 16:99)


1. Al Qur’an Beserta Keagungannya Sebagai Kepastian Petunjuk Suci


Sesungguhnya itu adalah [b] Alquran yang mulia, Dalam [c] suatu kitabb terpelihara dengan baik. [2978] Yang tiada orang dapat menyentuhnya kecuali mereka yang disucikan. [2979]

____________________
* Makalah ini di buat oleh Mln. Ahsan A Anang STY pada tgl 23 April 2010 untuk dipresentasikan pada acara Jalsah Dua Wilayah (Silaturahim Bersama untuk Menggapai Cinta Ilahi) di Krucil, Bawang, Banjarnegara.

** Penulisan ayat-ayat Al Qur’an pada makalah ini menggunakan metode ‘Basmalah’ dihitung sebagai ayat yang berdasar pada hadits Nabi Besar Al Mushtofa SAW riwayat Sahabat Ibnu Abbas ra yang menunjukkan bahwa setiap ‘Basmalah’ pada setiap surat adalah ayat pertama surat itu (kecuali Qs At Taubah):

Nabi saw tidak mengetahui pemisahan antara surat itu sehingga Bismillahir Rohmaanir Rohiim turun padanya. (HR Abu Daud “Kitab Sholat” & Al Hakim dalam Al “Mustadrak”)


{ [b] 50:2, [c] 85:23}

[2978]: Bahwa Alquran itu sebuah Kitab wahyu Ilahi yang terpelihara dan terjaga baik, merupakan tantangan terbuka kepada seluruh dunia, tetapi selama empat belas abad, tantangan itu tetap tidak terjawab atau tidak mendapat sambutan. Tiada upaya yang telah disia-siakan para pengecam yang tidak bersahabat untuk mencela kemurnian teksnya. Tetapi semua daya upaya ke arah ini telah membawa kepada satu-satunya hasil yang tidak terelakkan – walaupun tidak enak dirasakan oleh musuh-musuh – bahwa kitab yang disodorkan oleh Rasulullah saw. kepada dunia empat belas abad yang lalu, telah sampai kepada kita tanpa perubahan barang satu huruf pun (Muir).
Alquran adalah sebuah Kitab yang terpelihara baik dalam pengertian bahwa hanya orang-orang mukmin yang hatinya bersih dapat meraih khazanah keruhanian seperti diterangkan dalam ayat berikutnya. Ayat ini pun dapat berarti bahwa cita-cita dan asas-asas yang terkandung dalam Alquran itu tercantum di dalam kitab alam, yaitu cita-cita dan asas-asas itu sepenuhnya serasi dengan hukum alam. Seperti hukum alam, cita-cita dan asas-asas itu juga kekal dan tidak berubah serta hukum-hukumnya tidak dapat dilanggar tanpa menerima hukuman. Atau, ayat ini dapat diartikan bahwa Alquran dipelihara dalam fitrat yang telah dianugerahkan Tuhan kepada manusia (30:31). Fitrat insani berlandaskan pada hakikat-hakikat dasar dan telah dilimpahi kemampuan untuk sampai kepada keputusan yang benar. Orang yang secara jujur bertindak sesuai dengan naluri atau fitratnya, ia dengan mudah dapat mengenal kebenaran Alquran.

[2979]: Hanyalah orang yang bernasib baik saja diberi pengertian tentang hal itu, dan dapat mendalami, kandungan arti Alquran yang hakiki, melalui cara menjalani kehidupan bertaqwa lalu meraih kebersihan hati dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang tertutup bagi orang-orang yang hatinya tidak bersih. Secara implicit dikatakannya bahwa kita hendaknya jangan menyentuh atau membaca Alquran sementara keadaan fisik kita tidak bersih.

Hz Ahmad as bersabda: “Al Qur’an demikian agungnya sehingga tiada sesuatu yang lain dapat mengatasi dalam keagungannya. Al Qur’an adalah Al Hakam, pemutus perkara dan Muhaimin serta kumpulan segala petunjuk. Alqur’an mengumpulkan seluruh dalil dan menceraiberaikan pusat kekuatan musuh. Al Qur’an adalah sebuah kitab yang didalamnya terkandung segala sesuatu secara terperinci, terdapat berbagai berita yang akan terjadi di masa mendatang dan yang tejadi di masa lalu. Kepalsuan tidak dapat menyerangnya baik dari depan maupun belakang. Al Qur’an adalah cahaya Allah Ta’ala” (Rohani Khozain,J:16, Khutbah Ilhamiyah,h:59)
Lebih lanjut beliau menasihatkan kepada para mukmin sebagai berikut: “Ketahuilah bahwa mukjizat Al Qur’an Suci yang paling menonjol adalah ia merupakan samudera kearifan, kebenaran, hikmah yang menerangi dengan cemerlangnya pada setiap bangsa, semua orang dan berbagai bahasa. Hindia, Parsi, Eropa, Amerika ataupun negeri mana saja. Mukjizat Al Qur’an mampu membuat mereka tak berkutik, membisu dan tak berdaya. Kandungan khazanah Al Qur’an muncul dipermukaan pada setiap zaman sesuai dengan tuntutan dan perubahan zaman. Penjagaannya seperti layaknya laskar-laskar bersenjata lengkap terhadap bahaya dari berbagai serangan pikiran jahat dalam setiap zaman ” (Rohani Khozain,J:3, Izalah Auham, bag:I, h:305)

Allah Ta’ala berfirman:

* الٓمّٓۚ ذٰلِكَ الْڪِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛۚ ۖ فِيْهِ ۛۚ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ‏
[2:3] This is a perfect Book; there is no doubt in it; it is a guidance for the righteous,
Aku Allah swt. Yang Maha Mengetahui. [16]
Inilah [17] Kitab yang sempurna; [17a] [a] tiada keraguan [18] di dalam-nya; [b] petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. [19]
____________________
{ [a] 2:24; 10:38; 32:3; 41:43., [b] 2:186; 3:139; 31:4.}

[16]: Singkatan seperti Alif Lam Mim dikenal sebagai al-muqaththa'at (huruf-huruf yang dipakai dan dilisankan secara mandiri) terdapat pada permulaan Surah-surah yang jumlahnya tidak kurang dari 28 surah dan terbentuk dari satu huruf atau lebih, paling banyak lima huruf abjad Arab. Huruf-huruf yang membentuk singkatan itu ada empat belas jumlahnya:Alif, lam, mim, shad, ra, kaf, ha, 1), ya, ain, tha, sin, ha2), qaf, dan nun. Dari huruf-huruf itu qaf dan nun berdiri sendiri pada permulaan Surah Qaf dan Qalam. sisanya ada dalam paduan dua atau lebih pada permulaan Surah-surah tertentu. Muqaththa'at itu, lazim dipakai di kalangan orang-orang Arab. Mereka memakainya dalam syair-syair dan percakapan. Seorang ahli syair Arab mengatakan, Qulna qifi lana, faqalat qaf, artinya, " Kami katakan kepada perempuan itu, `Berhentilah sejenak untuk kami` dan ia (perempuan) berkata bahwa, ia (perempuan) sedang berhenti." Di sini huruf qaf menampilkan kata waqaftu (aku berhenti). Ada pula sabda Rasulullah saw. seperti diriwayatkan oleh Qurhubi demikian:Kafa bis saifi sya, artinya, cukuplah pedang sebagai obat penyembuh. Sya menampilkan syafiyan. Di dunia barat modern dan juga di negeri- negeri timur, juga peniruan singkatan itu telah menjadi umum dan luas. Tiap kamus memuat daftar singkatan-singkatan itu. Muqaththa'at itu singkatan-singkatan untuk sifat-sifat Tuhan tertentu. Pokok masalah suatu Surah yang pada permulaannya ditempatkan singkatan itu, mempunya perhubungan yang mendalam dengan sifat Tuhan yang ditampilkannya.
Huruf-huruf itu tidak ditempatkan serampangan saja, pada permulaan berbagai Surah, tidak pula huruf-huruf itu digabungkan semaunya saja. Ada perhubungan yang mendalam dan jauh jangkauannya antara berbagai pasangan. Huruf-huruf yang membentuknya pun mempunyai tujuan tertentu. Pokok masalah Surah-surah yang tidak mempunyai huruf-huruf singkatan bernaung di bawah dan mengikuti pokok masalah Surah-surah yang memilikinya. Mengenai arti yang dikenakan pada muqaththa'at itu, ada dua yang nampak lebih beralasan :
(a) Bahwa tiap-tiap huruf mempunyai nilai angka tertentu (Jarir). Huruf-huruf alif lam mim mempunyai nilai 71 (alif bernilai 1 lam 30 dan mim 40), jadi, penenmpatan alif lam mim pada permulaan Surah dapat berarti bahwa,, pokok masalahnya ialah tegak berdirinya islam secara istimewa di masa permulaan akan memakan waktu 71 tahun untuk berkembang selengkapnya.
(b) Huruf-huruf itu seperti dinyatakan di atas, adalah singkatan dari sifat-sifat khusus Tuhan, dan surah yang pada permulaannya muqaththa'at itu ditempatkan dalam pokok masalahnya, mempunyai hubungan dengan sifat-sifat Ilahi yang ditampilkan oleh huruf muqaththa'at yang khas itu.

Jadi, singkatan Alif Lam Mim yang dicantumkan di sini dan pada permulaan Surah-surah ke-3, 29, 30, 31, dan 32 berarti, "Aku Allah swt. Yang Lebih Mengatahui," Arti itu dikuatkan oleh Ibn' Abbas dan Ibn Mas'ud, Alif singkatan dari Ana, Lam singkatan dari Allah swt., dan Mim singkatan dari a'lamu; atau menurut beberapa sumber lain Alif singkatan dari Allah swt., Lam singkatan dari Jibrail dan Mim singkatan dari Muhammad, mengisyaratkan bahwa inti Surah ini adalah, makrifat Ilahi yang dianugerakan kepada Muhammad saw oleh Allah swt dengan perantaraan malaikat Jibrail. Huruf-huruf singkatan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari wahyu Alquran (Bukhari).
Catatan: 1 ) ha seperti pada rahim
2 ) ha seperti pada hijrah
[17]: Dzalika terutama dipakai dalam arti "itu". terapi kadang-kadang digunakan juga dalam arti "ini" (Aqrab). Kadang-kadang dipakai untuk menyatakan pangkat tinggi dan kemuliaan wujud yang dimaksud. Di sini, kata itu mempunyai arti bahwa Kitab itu seolah-olah jauh dari pembaca, ditilik dari segi faedahnya yang luar biasa dan agung. (Fath)
[17a]: Al dipakai untuk menyatakan suatu tujuan pasti yang diketahui oleh pembaca. Dalam arti ini kata dzalikal Kitab akan berarti, Inilah kitab atau Inilah Kitab itu -- Kitab yang dijanjikan itu. Kata al dipakai juga untuk menyatakan gabungan semua sifat yang mungkin ada pada seseorang. Jadi, ungkapan itu berarti, inilah Kitab yang memiliki segala sifat sifat luhur yang seyogianya dimiliki oleh suatu Kitab yang sempurna, atau, dapat juga ungkapan itu berarti, hanya inilah Kitab yang sempurna.
[18]: Al dipakai untuk menyatakan suatu tujuan pasti yang diketahui oleh pembaca. Dalam arti ini kata dzalikal Kitab akan berarti, Inilah kitab atau Inilah Kitab itu -- Kitab yang dijanjikan itu. Kata al dipakai juga untuk menyatakan gabungan semua sifat yang mungkin ada pada seseorang. Jadi, ungkapan itu berarti, inilah Kitab yang memiliki segala sifat sifat luhur yang seyogianya dimiliki oleh suatu Kitab yang sempurna, atau, dapat juga ungkapan itu berarti, hanya inilah Kitab yang sempurna.
[19]: Mutaqi diserap dari kata waqa yang mempunyai pengertian menjaga diri terhadap apa-apa yang merugikan dan memudaratkan. Wiqayah berarti perisai dan Ittaqa bihi ( Muttaqi itu bentuk ism fa'il dari Ittaqa ) berarti, ia menganggap dia atau sesuatu sebagai perisai (Lane). Ubayy bin Ka'ab, sahabat Rasulullah saw. yang kenamaan, tepat benar menerangkan kata taqwa dengan memisahkan muttaqi sebagai seorang yang berjalan melalui semak-semak berduri, Dengan segala ikhtiar yang mungkin ia menjaga agar pakaiannya tidak tersangkut dan sobek oleh duri-durinya (Katsir). Maka seorang muttaqi ialah orang yang senantiasa berjaga-jaga terhadap dosa dan menganggap Tuhan sebagai perisainya atau pelindungnya dan sangat hati-hati dalam tugas kewajibannya. Kata-kata, "petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa" berarti bahwa petunjuk yang termuat dalam Alquran tidak terbatas. Alquran membantu manusia mencapai taraf kesempurnaan rohani dan menjadikannya semakin layak mendapat rahmat Tuhan.

Seorang Suci pada zaman abad 14 pernah memberikan nasehat pada sabdanya: “Dewasa ini diantara seluruh kitab Ilahi yang terdapat dimuka bumi ini hanya Kitab Suci Al Qur’an yang kehadirannya sebagai Kalam Ilahi dibuktikan dengan berbagai dala-il yang qoth’i alias tak terbantahkan. Prinsipnya mengenai najat adalah benar-benar berlandaskan pada fitrah insani yang murni lagi jernih. Akidah-akidah yang dikemukakannya demikian sempurna dan mantap sehingga seluruh kebenarannya didukung oleh kesaksian dalil yang kuat. Perintah-perintahnya berdiri tegak diatas kebenaran semata. Ajaran-ajarannya bersih dari segala macam unsur yang berbau syirik, bid’ah dan pemujaan terhadap makhluk Tuhan. Didalamnya terkandung semangat yang bergelora untuk mewujudkan ketauhidan, keagungan dan keluhuran Ilahi.

Didalamnya terkandung sifat yang mencuat yakni ia sarat dengan ajaran keesaaan Tuhan dan tak ternodai oleh berbagai hal yang merugikan serta mencemaskan sifat yang dimiliki oleh Dzat Dia Yang Maha Suci. Kitab itu tidak menghendaki adanya tindakan paksaan tehadap manusia untuk menerima suatu akidah yang diajarkannya. Kebalikannya ia selamanya lebih dahulu menguraikan latar belakang atau sebab musabab setiap kebenaran, lalu membuktikannya dengan dalil-dalil dan berbagai keterangan mengenai setiap maksud dan tujuan. Setelah memaparkan berbagai dala-il yang jelas mengenai hakekat pada setiap prinsip, ia menyampaikan manusia kepada martabat keyakinan yang sempurna dan makrifat yang serba lengkap. Al Qur’an menjauhkan semua kesenjangan, keburukan, kekotoran dan kerancuan yang terdapat pada akidah, perbuatan dan ucapan manusia dengan bantuan dalil-dalil yang jelas. Kitab ini mengajarkan semua nilai adab sopan santun dan tata krama yang sangat perlu diketahui manusia untuk menjadi manusia yang beradab. Ia melawan setiap unsur perusak/ virus bagi pikiran dan akhlak manusia dengan kekuatan yang sama hebatnya dibanding kekuatan dan kehebatan unsur perusak itu sendiri yang dewasa ini merajalela. Ajarannya sangat lurus, tegar dan mulus seakan-akan merupakan sebuah cermin yang memantulkan tata hukum kodrat alam dan sebuah gambar sejati tentang tata nilai fitrat yang berlaku di tengah-tengah alam, laksana matahari yang menyinari mata hati dan kalbu manusia. ” (Rohani Khozain,J:1, Barahin Ahmadiyah, h:81-82)

Hal ini mengingatkan kepada kita sabda Yang Mulia Nabi Besar Muhammad saw pada sebuah hadits:
Abu Umamah ra berkata: Aku telah mendengar dari Rasulullah saw bersabda: “Bacalah Al Qur’an karena Al Qur’an akan datang pada hari kiamat sebagai pembela orang yng mempelajari dan menurutinya.” HR. Muslim.

Sabdanya yang lain, sebagai berikut:
Usman bin Affan ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya.” HR Bukhori.

Hazrat Aqdas Muhammad saw bersabda dibeberapa kesempatan sebagai berikut:
An Nawwas bin Sam’an ra berkata: Aku telah mendengar Rasulullas saw bersabda: “Pada hari kiamat akan didatangkan Al Qur’an dan orang-orang yang melaksanakannnya di dunia, didahului oleh Surat Al Baqoroh dan Ali Imroan akan membela dan mempertahankan orang yang menaatinya.” HR Muslim.

Suatu kaum yang mengikuti dan meyakini ajaran Al Qur’an akan diangkat derajatnya, sebaliknya orang yang meninggalkannya akan dihinakan dan direndahkar derajatnya.

Selanjutnya Hz Syeikhul Akbar Mirza Ghulam Ahmad as bersabda: “Al Qur’an Suci adalah suatu MUKJIZAT yang semisal itu tidak pernah ada sebelum maupun sesudahnya. Nikmat dan berkahnya akan mengalir sepanjang masa titik kejelasannya pada saat kehadirannya pada zaman Rasulullah saw. Selain itu hendaklah diingat pula bahwa ucapan seseorang sesuai dengan daya pikirannya. Lebih besar kemampuan daya pikirnya, lebih berbobot pula ucapannya. Berkaitan dengan wahyu Ilahipun demikian pula sifatnya. Lebih luhur daya nalar si penerima wahyu lebih agung pula kualitas wahyu yang diterimanya. Disebabkan daya nalar kemampuan dan kebulatan hati Rasulullah saw menjangkau daerah yang amat luas sekali maka wahyu yang diterima beliau saw mencapai peringkat yang sangat tinggi. Sehingga tidak akan pernah lahir seseorang yang menyamai beliau saw dalam daya nalar dan kemampuan seperti itu.” (Malfuzhat, j:3, h:57)

2. Berbagai Hal dalam I’jaz Al Qur’an

Menurut Abu Zahra an Najdi dalam bukunya tertulis: Dalam ilmu bahasa, kata “mu’jizah” berasal dari kata ‘ajz’ (lemah) kebalikan dari kata “qudrah” (kuasa). Pada dasarnya “mu’jiz” itu adalah Allah swt yang menyebabkan selain-Nya menjadi lemah. Sebagai bentuk mubalaghah kebenaran berita, mengenai betapa lemahnya orang-orang yang didatangi Rasulullah saw untuk menentang “mu’jiz” tersebut, maka huruf ‘ta’ marbuthah ditambahkan pada kata “mu’jiz” sehingga menjadi “mu’jizah”. (Abu Zahra an Najdi, Dr., Al Qur’an dan Rahasia Angka-angka, h:19, Cet.VIII, Pustaka Hidayah, Bandung 2001)

Menurut para teolog, mu’jizat/ mu’jizah adalah munculnya sesuatu hal yang berbeda dengan adat kebiasaan yang terjadi di dunia untuk menunjukkan kebenaran kenabian para nabi ‘alaihimussalaam. Sementara ditempat lain Al Thusi mendefinisikan mukjizat dengan terjadinya sesuatu yang menggugurkan sesuatu lain yang biasa terjadi disertai dengan perombakan terhadap adat kebiasaan dan hal itu sesuai dengan tuntutan zaman.

Menurut Sayyid Thabathaba’i dalam tafsir Al Mizan, ia menjelaskan berbagai macamnya I’jazul Qur’an/ I’jaz Al Qur’an, sebagai berikut:
• I’jaz Al Qur’an yang pertama: keluasan pengetahuan yang dikandungnya. Al Qur’an memiliki berbagai disiplin ilmu, aturan moral, hukum, akidah dll. Al Qur’an tidak pernah ketinggalan zaman, dia selalu modern. (Al Mizan 1:62)
• I’jaz Al Qur’an yang kedua: kepribadian Nabi Muhammad saw yang menyampaikan Al Qur’an ini… (Al Mizan 1:63)
• I’jaz Al Qur’an yang ketiga: kandungan berita ghaib di dalamnya. Thabathaba’i menyebutkan paling tidak ada empat berita ghaib yang dikemukakan oleh Al Qur’an: berita tentang para nabi dan umat terdahulu, nubuwwat tentang berbagai peristiwa yang akan datang, berbagai fakta ilmiah yang baru diketahui kebenarannya setelah ribuan tahun Al Qur’an ada, dan berbagai macam kejadian besar yang menimpa kaum muslimin sepeninggal Rasulullah saw.
• I’jaz Al Qur’an yang keempat: bersihnya Al Qur’an dari pertentangan di dalamnya. Al Qur’an sangat konsisten, setiap ayat menerangkan ayat yang lain, setiap bagian menjadi penjelasan untuk bagian yang lain, setiap kalimat membenarkan kalimat yang lain. Seperti kata Hz Ali bin Abi Thalib ra: “Sebagian Al Qur’an berbicara tentang bagian yang lain, sebagian menjadi saksi untuk bagian yang lain.” (Al Mizan 1:66)
• I’jaz Al Qur’an yang kelima: Al Qur’an mengungguli kitab manapun dalam keindahan maknanya (balaghah), bahkan sampai empatbelas abad, tidak seorangpun mampu membuat semisal Al Qur’an. (Al Mizan 1:68)

An Najdi berpendapat bahwa I’jaz Al Qur’an terdiri dari beberapa macam, hal ini masih memungkinkan terbuka kemungkinan jenis atau macam I’jaz Al Qur’an karena keajaibannya tidak akan pernah habis. Diantaranya adalah sebagai berikut:
• I’jaz Balaghi : I’jaz tentang berita ghaib.
• I’jaz Tasyri’i : I’jaz dalam peraturan perundang-undangan.
• I’jaz ‘Ilmi : I’jaz keilmuan, pengetahuan dan wacana tafsir.
• I’jaz At Thibbi : I’jaz dalam ilmu kedokteran/ ketabiban.
• I’jaz Al Falaki : I’jaz dalam ilmu astronomi.
• I’jaz Al Jughrafi : I’jaz dalam ilmu geografi.
• I’jaz At Thabi’i : I’jaz dalam ilmu fisika.
• I’jaz I’lami :I’jaz dalam ilmu informasi.
• I’jaz ‘Adadi : I’jaz dalam jumlah atau bilangan.
(Abu Zahra an Najdi, Dr., Al Qur’an dan Rahasia Angka-angka, h:26, t.VIII, Pustaka Hidayah, Bandung 2001)

Dengan demikian dahsyatnya mukjizatnya Al Qur’an maka Sang Mahdinya Rasulullah saw menasehatkan: “Al Qur’an adalah pundi-pundi berisikan batu permata namun orang-orang kurang memperhatikannya.” (Malfuzhat, j.2, h.344)

Selanjutnya beliau menasehatkan sekaligus memberikan penjelasan tentang mukjizat Al Qur’an, sebagai berikut: “Kitab Suci Al Qur’an membukakan tiga pintu pemahaman kebenaran. “
 Pertama adalah pintu nalar atau logika. Daya nalar manusia secara sempurna telah dikembangkan untuk mengenali eksistensi Tuhan dan sifat-sifat-Nya dalam penciptaan, keesaan, kekuasaan, rahmat, sifat tegak dengan Dzat-Nya sendiri. Dalam penggunaan daya nalar tersebut ikut berperan logika, fisika, medical, astronomi, matematika, filosofi dan metode argumentasi sehingga berbagai masalah yang sulit bisa terpecahkan. Metode ini luar biasa dan merupakan Mukjizat Penalaran. Para filosof terkenal yang menemukan logika dan meletakkan dasar-dasar dari filosofi serta menyibukkan diri mereka dengan fisika dan astronomi, faktanya tidak sanggup memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk mendukung keimanan mereka. Dengan demikian merupakan suatu mukjizat bahwa logika Ilahi ini tidak terdapat kesalahan serta memanfaatkannya untuk berbagai tujuan yang mulia yang belum pernah dicapai oleh manusia sebelumnya. Merupakan bukti yang cukup bahwa pernyataan-pernyataan Al Qur’an tentang eksistensi Tuhan dan sifat-sifat-Nya dalam penciptaan, keesaan dan sifat-sifat sempurna lainnya bersifat demikian komprehensif sehingga tidak mungkin diungguli dan tidak juga manusia akan mampu memberikan argumentasi baru lainnya. Pernyataan pujian atas kitab suci Al Qur’an ini tidak semata hanya isapan jempol belaka, tetapi sesungguhnya merupakan kenyataan dimana tidak akan ada seorang manusia manapun yang akan mampu mengajukan argumentasi baru yang belum pernah diungkapkan oleh Al Qur’an. Diberbagai tempat Al Qur’an sendiri menyatakan sifat komprehensifitas dirinya sendiri.
 Kedua (pintu pemahaman Ilahi yang dibuka lebar oleh Al Qur’an) adalah mutiara hikmah intelektual, disebabkan sifatnya yang luar biasa bisa dianggap sebagai Mukjizat Intelektual. Bentuknya ada berbagai macam diantaranya sebagai berikut:
a) Pengetahuan mengenai wawasan keimanan dengan pengertian bahwa semua wawasan luhur yang berkaitan dengan keimanan dan semua kebenaran sucinya serta mutiara hikmah pengetahuan tentang Ilahi yang diperlukan didunia guna penyempurnaan bathin manusia. Semua ada dalam Al Qur’an. Begitu juga dengan keburukan bathin yang merangsang munculnya keinginan dosa dan nafsu lengkap beserta cara-cara penyucian bathin. Dilengkapi semua tanda, cirri-ciri dan sifat-sifat dari akhlak luhur. Tiada seorangpun yang mampu mengemukakan kebenaran, hikmah keIlahian, cara-cara mencapai Tuhan, bentuk atau disiplin suci ibadah lainnya yang belum termaktub di dalam Al Qur’an.
b) Pengetahuan mengenai sifat bathin dan psikologi secara komprehensif terdapat dalam firman ajaib ini sehingga bagi mereka yang mau berpikir akan sampai pada suatu kesimpulan bahwa kitab ini bukanlah dari hasil karya siapapun kecuali Allah Yang Maha Perkasa.
c) Didalamnya terkandung ilmu mengenai awal dunia , akhirat dan hal-hal yang tersembunyi lainnya. Hal itu semua merupakan bagian pokok dari firman Allah Yang Maha mengetahui tentang hal-hal yang tersembunyi sehingga hati manusia akan menjadi tentram karenanya.

Semua pengetahuan demikian akan bisa ditemui banyak sekali dan terperinci didalam kitab suci Al Qur’an sehingga tidak ada kitab samawi lainnya yang mampu menyamainya. Disamping itu Al Qur’an juga mengungkapkan pengetahuan keimanan dari subyek lain dengan cara yang sangat indah. Dengan kata lain, semua subyek ini dikemukakan kitab suci Al Qur’an bagi kepentingan manusia dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap bentuk intelektualitas manusia akan dapat menyerap kemaslahatannya.
 Ketiga (pintu pemahaman Ilahi yang telah dibukakan Al Qur’an) adalah pintu keberkatan rohani yang dapat disebut sebagai Mukjizat Tuntunan/Ikutan. Setiap orang telah memahami bahwa negeri kelahiran Rasulullah saw adalah semenanjung kecil bernama Arabia yang letaknya terisolasi dari negeri-negeri lain. Seorang lawan yang fanatikpun tidak akan bisa menyangkal bahwa sebelum kedatangan Rasulullah saw bangsa Arab di negeri ini hidup secara liar seperti hewan dan sama sekali tidak mengerti agama, keimanan, hak-hak Tuhan, hak-hak manusia dan selama berabad-abad mereka tenggelam dalam penyembahan berhala serta berbagai ajaran kotor lainnya, sehingga mencapai puncak kerusakan dalam kelakuan mereka seperti perzinahan, mabuk minuman keras, perjudian dan segala bentuk kejahatan lainnya. Mereka tidak menganggap sebagai perbuatan dosa atas pelanggaran hak-hak manusia lainnya seperti pencurian, perampokan, pembunuhan anak-anak ataupun memakan hak anak yatim. Dengan kata lain segala bentuk kejahatan , kegelapan bathin serta ketidakacuhan telah menyelimuti hati bangsa Arab. Kemudian setelah itu para lawan Islam juga harus mengakui bahwa bangsa yang bodoh, liar, dan tidak beriman tersebut lalu memeluk Islam dan beriman kepada kitab suci Al Qur’an .

Selanjutnya mereka mengalami perubahan yang drastis dan total. Efektifitas dari firman Ilahi dan kedekatan sosok suci Sang Nabi telah merubah total hati mereka dalam kurun waktu yang relative singkat, dimana setelah periode kebodohan itu mereka lalu mengalami proses kekayaan bathin dengan wawasan-wawasan keimanan dan meninggalkan kecintaan pada dunia.

Mereka dengan begitu fananya dalam kecintaan pada Allah Ta’ala sehingga mereka bersedia meninggalkan rumah dan keluarga yang dikasihi, kehormatan kedudukan sosial dan kesentosaan mereka demi memperoleh ridho Allah Yang Maha Agung. Ada apa sebenarnya yang telah menarik mereka dari suatu dunia lalu memasuki dunia lain dalam waktu yang relative cepat? Ada dua hal sebab-sebabnya yakni:
a) Hadhrat Rasulullah saw sangat efektif dalam menerapkan kekuatan suci beliau sedemikian rupa sehingga tidak mungkin disamai oleh lainnya.
b) Pengaruh ajaib dan luar biasa dari firman suci Allah Yang Maha Hidup dan Maha Kuasa yang telah menarik ribuan manusia dari kegelapan kepada cahaya pencerahan. (Barahin Ahmadiyah, Rohani Khozain, Vol.1, h.626-632, London 1984)

Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani berpetuah sebagai berikut:
“Sebagai sebuah kitab suci, Al Qur’an memiliki maksud lahir dan bathin. Allah menurunkannya dengan sepuluh lapis maksud atau makna yang tersirat. Setiap lapis yang berada diatas lebih baik dan lebih hakiki daripada lapis yang dibawahnya karena lapisan atas lebih dekat dengan Sumber Hakekat.” (Rahasia Sufi Agung, h.57, Cet.1, Diva Press, 2008)

Sang Sulthanul Qalam bersabda: “Kamu hendaknya jangan meninggalkan Al Qur’an sebagai benda yang dilupakan, sebab justru didalam Al Qur’anlah terdapat kehidupan. Barangsiapa memuliakan Al Qur’an ia akan memperoleh kemuliaan dilangit. Barangsiapa lebih mengutamakan Al Qur’an dari segala hadits dan ucapan lain, ia akan diutamakan dilangit. Bagi manusia diatas permukaan bumi ini kini tidak ada kitab lain kecuali Al Qur’an dan tiada seorang Rasul Juru Syafaat selain Muhammad Mushtofa saw.” (Kisti Nuh, Cet.IV, h.20 JAI 1996)

3. Keunikan Al Qur’an
Kitab Suci Al-Qur’an tidak saja tanpa banding dalam keindahan komposisinya tetapi juga tanpa tanding dalam segala keluhuran isinya. Hal ini merupakan suatu kenyataan karena apa pun yang datang dari Allah yang Maha Kuasa tidak hanya bersifat unik dalam satu bidang saja, melainkan dalam keseluruhannya. Mereka yang menyangkal Al-Qur’an sebagai kebenaran dan wawasan yang bersifat komprehensif, sebenarnya tidak menghargai Kitab itu sebagaimana mestinya. Salah satu tanda guna mengenali Firman Tuhan yang benar dan suci adalah keunikan dalam sifatnya karena kami mengamati bahwa apa pun yang berasal dari Allah yang Maha Agung selalu bersifat unik dan tanpa banding serta tidak bisa disamai oleh manusia, meski pun hanya tentang sebutir biji gandum sekali pun.
Keadaan tanpa banding juga mengandung arti tanpa batas. Dengan kata lain, sesuatu dikatakan tanpa banding hanya jika keajaiban dan sifat-sifatnya itu bersifat tanpa batas. Sebagaimana dikemukakan di atas, karakteristik seperti itu akan ditemui dalam segala hal yang diciptakan Allah s.w.t. Sebagai contoh, misalnya manusia meneliti keajaiban selembar daun dari sebuah pohon selama seribu tahun, namun waktu itu akan berlalu sedangkan keajaiban dari daun tersebut akan selalu ada yang baru. Sesuatu yang mewujud melalui kekuasaan tak terbatas, dengan sendirinya akan berisi keajaiban dan sifat-sifat yang juga tidak ada batasnya. Ayat yang menyatakan:
قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِّـكَلِمٰتِ رَبِّىْ لَـنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ اَنْ تَـنْفَدَ كَلِمٰتُ رَبِّىْ وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِه مَدَدًا‏
“Katakanlah: “Sekiranya setiap lautan menjadi tinta untuk menuliskan kalimat-kalimat Tuhan-ku, niscayalah lautan itu akan habis sebelum kalimat-kalimat Tuhan-ku habis, sekalipun Kami datangkan sebanyak itu lagi sebagai bantuan tambahan”“. (QS.Al-Kahf 18:110)
Ayat itu mengandung arti bahwa sifat-sifat dari semua ciptaan tersebut adalah tanpa batas dan tanpa akhir. Kalau semua benda ciptaan Tuhan tersebut memiliki sifat-sifat yang tidak terbatas dan tanpa akhir serta mengandung keajaiban dan mukjizat yang tidak terhitung, lalu bagaimana mungkin Kitab Suci Al-Qur’an yang merupakan Firman Suci dari Allah yang Maha Kuasa dibatasi hanya dalam beberapa pengertian sebagaimana diuraikan dalam empatpuluh, limapuluh atau seribu kitab tafsir, atau juga bisa selesai disampaikan oleh Junjungan dan Penghulu kita Hadhrat Rasulullah s.a.w. dalam kurun waktu yang demikian terbatas? Jika ada yang menganggapnya demikian, sama saja sepertinya sudah mendekati kekafiran.
Memang benar bahwa apa yang telah dikemukakan oleh Hadhrat Rasulullah s.a.w. sebagai penafsiran dari Al-Qur’an adalah betul adanya, namun tidak berarti bahwa Al-Qur’an tidak lagi memiliki wawasan di luar dari yang telah disampaikan beliau. Ungkapan para lawan kita mengenai hal ini mengindikasikan bahwa mereka tidak mengimani ketidak-terbatasan keagungan dan sifat-sifat dari Al-Qur’an. Ucapan mereka yang menyatakan bahwa Al-Qur’an diwahyukan bagi mereka yang tidak terpelajar atau buta huruf, lebih menegaskan lagi bahwa mereka itu sesungguhnya kalis dari pengenalan Nur Al-Qur’an karena mereka melupakan bahwa Hadhrat Rasulullah s.a.w. tidak saja diutus bagi mereka yang bodoh, tetapi juga bagi segenap manusia dari segala tingkatan kecerdasan. Allah s.w.t. telah berfirman:
قُلْ يٰۤاَيُّهَا النَّاسُ اِنِّىْ رَسُوْلُ اللّٰهِ اِلَيْكُمْ جَمِيْعَا
“Katakanlah: “Hai manusia, sesungguhnya aku Rasul kepada kamu sekalian”“ (QS.Al-A’raf 7:159).
Ayat ini menunjukkan bahwa Kitab Suci Al-Qur’an diwahyukan bagi semua tingkatan.
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلٰـكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَاتَمَ النَّبِينَ وَكَانَ اللّٰهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيْمًا‏
“Tetapi ia adalah Rasul Allah dan Meterai sekalian nabi”. (QS.Al-Ahzab 33:41)
juga menyiratkan hal tersebut.

Anggapan yang menyatakan bahwa tafsir Al-Qur’an tidak bisa melampaui sebatas apa yang telah disampaikan oleh Hadhrat Rasulullah s.a.w. jelas adalah suatu pandangan yang salah. Kami telah menegaskan argumentasi mengenai hal ini secara konklusif dan pasti bahwa sepatutnyalah yang namanya Firman dari Allah yang Maha Kuasa mempunyai sifat yang tidak terbatas dan tanpa tandingan dalam keajaiban dan mukjizat yang dikandungnya.
Jika ada dari antara mereka yang merasa berkeberatan dan mengatakan bahwa jika Kitab Suci Al-Qur’an memang demikian banyak mukjizat dan sifatnya, lalu mengapa umat terdahulu oleh Allah s.w.t. tidak diberikan kemaslahatan pengetahuan mengenai hal itu, maka jawabannya adalah bahwa mereka itu bukannya tidak memperoleh manfaat dari mukjizat-mukjizat Al-Qur’an, tetapi sesungguhnya mereka itu memperoleh pengetahuan sampai dengan apa yang menurut Tuhan cukup bagi mereka, sedangkan apa yang dibukakan pada masa kini adalah untuk kemaslahatan manusia sekarang ini.Segala hal yang menjadi dasar keimanan, yang melalui penghayatan dan pengamalannya seseorang disebut Muslim, telah dinyatakan secara tegas di setiap zaman… (Karamatus Sadiqin, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, vol. 7, hal. 60-62, London, 1984)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar