Salam Perdamaian dalam Kebenaran

Sambutan

Kebenaran Sejati itu datangnya dari Allah Ta'ala
Love For All Hatred For None
Mahabbat sab keliye Nufrat kisise nehii

Minggu, 15 Mei 2011

KHILAFAH KEPEMIMPINAN BERCORAK POLITIK ATAU AGAMA?


Oleh : H.M. Syaeful ‘Uyun

Pengantar
         SIDANG JALSAH yang berbahagia, tamu-tamu Masih Mau’ud as, yang dirahmati Allah, panitia memberi tugas kepada saya untuk menyampaikan  siraman rohani pada kesempatan Jalsah Bali-Nusra 2009 yang berberkat ini, dengan topik : “Khilafah dan Politik”. Namun, kepada panitia, saya mengusulkan, bagaimana kalau topiknya  saya ubah, menjadi : “Khilafah Kepemimpinan Bercorak Politik atau Agama?” Panitia setuju. Oleh karena itu,  siraman rohani yang akan saya bawakan pada kesempatan Jalsah Bali-Nusra 2009, yang sangat berberkat hari ini, topiknya sesuai dengan usul saya tersebut : “Khilafah Kepemimpinan Bercorak Politik atau Agama?”

         Semoga saya dapat membawakannya dengan baik, dan semoga, uraian saya, dapat menambah khazanah pustaka pengetahuan kita, dan bermanfaat bagi semua, yang hadir disini, maupun yang tidak hadir di arena jalsah ini.

Demam Khilafah
         Sidang Jalsah yang dirahmati Allah!
         Tanggal 12 Agustus 2007 lalu, di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, berlangsung sebuah konferensi bernama : Konferensi Khilafah Internasional 2007. Sejumlah ulama dan Da’i kondang hadir. Dinataranya, Da’i kondang, KH. Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), dan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Dien Syamsuddin.
         Konferensi, dibuka dengan teriakan yel-yel penuh meyakinkan : “SAATNYA KHILAFAH MEMIMPIN DUNIA”, berulang-ulang, mengikuti komando  penyelenggara. Semua yang hadir larut dalam satu tema : “SAATNYA KHILAFAH MEMIMPIN DUNIA”
         Anda tahu, siapa penyelenggara Konferensi Khilafah Internasional 2007 yang sangat gegap gempita, dan mendapat publikasi luas media itu? Dia, adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
         Hizbut Tahrir, yang didirikan oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, di Al-Quds, Yerusalem, Palestina, tahun 1953, memang satu diantara kelompok Islam, yang paling getol dan paling gigih mengupayakan berdirinya kembali lembaga Khilafah, pasca runtuhnya Dinasty Tuki Utsmani tahun 1924. Beragam media dan cara ditempuh, mulai dari seminar, pengaktifan Lembaga Dakwah Kampus, Ikatan Remaja Mesjid, media cetak maupun elektronik – radio dan televisi, penerbitan buku, selebaran, brosur, dan pamplet, bahkan hingga aksi turun ke jalan-jalan (demo).
         Diantara propaganda yang dilakukan Hizbut Tahrir, melalui selebaran, brosur dan pamplet, kita temukan, antara lain, sbb :

------------------------
Disajikan sebagai siraman rohani pada acara Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah Bali-Nusra 2009, 24-25 Januari 2009, di Hotel Taman Wisata, Denpasar, Bali.
BERITA KEHILANGAN
====================================================

Telah menghilang
Sejak 3 Maret 1924
DAULAH KHILAFAH
ISLAMIYAH 

Ciri-ciri :
  • Pemerintahan Islam
  • Menegakan Syariat Islam
  • Menaungi seluruh kaum Muslimin di dunia
  • Dibawah kepemimpinan Tunggal seorang Khalifah
  • Memenuhi hak-hak kesejahteraan setiap warga muslim dan non Muslim
  • Mengembang Islam ke seluruh dunia dengan dakwah dan jihad

Siapa saja yang menyadarinya
Mohon bantuan dan dukungannya
Untuk mengembalikannya ke tengah-tengah
Kehidupan umat Islam

Komunitas rindu khilafah
-------------------
  • Sumber : Pamplet Komunitas Rindu Khilafah, ttt, beredar Maret 2005.

         Model Khilafah yang dirindukan kembali berdiri oleh Hizbut Tahrir, dari selebaran propaganda ini tampak dengan jelas, ialah model Dinasty Turki Utsmani, seperti dinyatakannya : Telah menghilang sejak 3 Maret 1924, Daulah  Khilafah Islamiyah.
         Kerinduan pada Khilafah model Dinasty Turki Utsmani, diperjelas pada propaganda lainnya, kita baca :

KHILAFAH ISLAM, ADIDAYA MASA DEPAN *

“KEHIDUPAN yang dialami umat Islam  saat ini adalah kehidupan yang jauh berbeda dari kehidupan umat Islam terdahulu ketika hidup masih menyatu dengan Islam. Pada saat itu, sistem Khilafah senantiasa dijaga dan dipertahankan sepenuh jiwa. Begitulan sejarah umat yang tak pernah lepas dari sistem Khilafah sebagai kewajiban dari Allah atas mereka dan atas kita umat Islam.
Kini, umat Islam hidup di belantara dunia dengan cara dan tata hidup yang mengikuti peradaban yang tidak lahir dari Islam. Sejarah mereka yang agung, mulia, dan penuh rasa keemasan ditinggalkan seraya mengikuti peradaban “sampah” Barat yang memiashkan agama dari kehidupan bernegara. Sejak itu, nilai-nilai kemuliaan digantikan oleh nilai materialistik yang kemudian dijadikan standar hidup. Akibatnya, masa-masa kejayaan dan keemasan berganti dengan keterpurukan dan kehinaan di segala lini kehidupan.
Kaum muslimin dikuasai kekuatan kapitalisme yang dikomandoi AS seolah tidak mampu berbuat apa-apa. Akankah kita tinggal diam? Sanggupkah kita menandingi kekuatan musuh tanpa Khilafah?

Wahai Kaum Muslimin, Sadar dan Bangkitlah!
            Temukan identitas keIslaman kalian dari lembaran sejarah yang berisikan kemuliaan dan rahmat. Saat itu, setiap jalanan yang dilalui memberikan kesejukan hingga menolak Islam lebih sulit daripada menerimanya.
            Wahai kaum muslimin, sadar dan bangkitlah! Hanya dengan Khilafah, syariat Islam yang dirindukan dapat diterapkan ditengah kalian. Hanya dengan Khilafah kalian dapat merajut kembali benang-benang kejayaan dan keemasan seperti sejarah umat terdahulu. Wahai kaum muslimin, sadar dan bangkitlah! Ingatlah bahwa Allah mewajibkan kalian  taat pada satu Ulil Amri yang kalian bai’at sendiri sebagai Khalifah/Imam. Allah juga mewajibkan kalian mengemban dakwah dan jihad ke seantero dunia. Dan semua itu hanya dapat terwujud dengan tegaknya Khilafah Islamiyah.
            Wahai kaum muslimin, sadar dan bangkitlah! Kehidupan yang kalian jalani dengan menjauhi Islam nyatanya tidak membawa kesejahteraan hidup. Sebaliknya, semua hanya menuai kesengsaraan dan kesempatan serta tumbuh suburnya kemaksiatan dan kemungkaran.
            Khilafah adalah satu-satunya sistem hidup bernegara dalam pandangan Islam yang menjadi muara seluruh pengurusan kehidupan manusia. Saatnya untuk beranjak dan berjuang menegakan kembali Khilafah Rasyidah dan melanjutkan kehidupan Islam sehingga dunia merasakan kesejahteraan dan kedamaian di bawah naungan Sang Adidaya masa depan. Sungguh benar apa yang dikatakan Rasulullah SAW dalam sabdanya: “Dan akan kembali lagi sistem Khilafah yang Mengikuti manhaj kenabian”

MARI BERSAMA MENJADI BAGIAN DARI ORANG-ORANG YANG MEMPERJUANGKANNYA. (Sumber:  Selebaran Hizbut Tahrir Indonesia, Jumat 25 Maret 2005)
            “Tolak Kepemimpinan Sekuler. Tegakan Khilafah. Terapkan Syari’ah. Ganti Sistemnya. Jangan Cuma Orangnya. Satukan Pikiran dan Langkah. Angkat Kepala Negara Yang Mau Menegakan Syari’ah”. Ini antara lain slogan-slogan dan yel-yel yang selalu di usung Hizbut Tahrir pada setiap aksi turun ke jalan-jalan (demo), yang tampaknya telah menjadi bagian dan cara hidup Hizbut Tahrir, menyikapi kebijakan pemerintahan yang dianggap sekuler, kapan pun dan dimana pun. 
            Tentu, merupakan hak Hizbut Tahrir, bercita-cita mendirikan Khilafah dengan corak atau model apa pun. Sayangnya, Khilafah yang digagas dan dipropagandakan Hizbut Tahrir, tak juga kunjung menjadi kenyataan, dan hingga kini, masih sebatas wacana. Padahal, gagasan dan propaganda Hizbut Tahrir telah berlangsung cukup lama, yaitu sejak  Dinasti “Khilafah” Turki Utsmani runtuh tahun 1924, hampir satu abad lalu, atau  tepatnya sudah 85 tahun.
            Selain pada Hizbut Tahrir, demam Khilafah juga melanda kelompok Islam lainnya. Sebut saja, misalnya, pada Jamaah Muslimin Hizbullah, yang didirikan Wali Al-Fatah, tahun 1959, di Mesjid Takwa, Petojo Sabangan, Jakarta, dan pada Khilafatul Muslimin, yang didirikan Al-Ustadz Abdul Qadir Hasan Baraja’,  tahun 1997 di Teluk Betung, Bandar Lampung.
            Jamaah Muslimin Hizbullah beranggapan, Khilafah wajib adanya bagi Muslimin. Pelanggaran atas hal tersebut adalah dosa besar dan berarti suatu anarki.
            Jamaah Muslimin Hizbullah, lebih maju dari Hizbut Tahrir. Menurut JMH,  Khilafah telah berdiri sejak 8 Pebruari 1959, bertepatan dengan 29 Rajab 1378 H. Wali Alfattah, pria kelahiran Sumpyuh, Banyumas, Jateng,  adalah pemangku jabatan Khilafah I, disusul kemudian oleh H. Muhyidin Hamidy, sebagai pemangku jabatan Khalifah II, (hingga sekarang).
            Khilafah yang diusung Jamaah Muslimin Hizbullah sifatnya non-politik, karena perjuangan menegakan agama, kata JMH, hanya diperlukan  Imamah dan Jamaah yang bercorak agama. JMH dan Khilafah JMH, (yang ke-2 sekarang), bermarkas, di Pondok Pesantren Islam (Shuffah) Hizbullah, di Desa Pasir Angin Rt. 03, Rk. III,  Cilengsi, Bogor, Jawa Barat. Alamat surat JMH : Petojo Sabangan III, No. 52,  Jakarta 10160.
            Seperti halnya Jamaah Muslimin Hizbullah, Khilafatul Muslimin juga sama lebih maju dari Hizbut Tahrir. Khilafah, menurut Khilafatul Muslimin,  telah berdiri sejak 1997 lalu, dengan Al-Ustadz Abdul Qadir Hasan Baraja’, sebagai Khalifahnya.
            Sejenak, mari kita dengar maklumat Khilafatul Muslimin tentang telah berdirinya Khilafah, sekedar untuk menambah khazanah pengetahuan kita:

  • Di umumkan kepada seluruh kaum muslimin/muslimat dan segenap umat manusia bahwa pada hari Jumat 13 Rabiul Awwal 1418 H, bertepatan dengan 18 Juli 1997 M, telah terbentuk sebuah organisasi Islam sebagai wadah umat Islam dalam berjamaah melalui sistem kekhilafahan dan disebut KEKHALIFAHAN KAUM MUSLIMIN (KHILAFATUL MUSLIMIN), yang dipimpin seorang Kholifah/Amirul mu’minin dan insya Alloh akan mendirikan perwakilannya di seluruh dunia dibawah seorang Amir bagi tiap-tiap wilayah atau negara.
  • JAMAAH/KHILAFATUL MUSLIMIN ini berazaskan Islam dan kemerdekaan, bertujuan memakmurkan bumi dan mensejahterakan umat, melalui pelaksanaan ajaran Alloh dan Rasul-Nya bersama kebebasan penerapan ajaran semua agama sebagai PRINSIP DASAR JAMAAH tanpa memperkenankan seseorang  warganya membuat aturan/ketentuan/norma-norma yang bertentangan dengan ajaran agamanya sendiri.
  • JAMAAH/KHILAFATUL MUSLIMIN ini akan menyelesaikan suatu perkara atau urusan yang menyangkut kepentingan ummat melalui MUSYAWARAH KEKHILAFAHAN secara transparan/penuh keterbukaan dan kebebasan berlandaskan Al Akhlaqul Karimah.
  • JAMAAH/KHILAFATUL MUSLIMIN ini akan berusaha maksimal  untuk mewujudkan kerjasama antar ummat manusia sesuai ajaran demi keadilan dan kesejahteraan mereka serta kelestarian alam semesta/Rahmatan Lil ‘Alamin. 
  • JAMAAH/KHILAFATUL MUSLIMIN ini cinta akan kedamaian dan tidak akan melancarkan permusuhan, apalagi peperangan terhadap golongan manapun, kecuali hanya berkewajiban membela diri dari serangan kelompok/golongan yang memeranginya.
  • KHOLIFAH/AMIRUL MUKMININ dan para AMIR serta warganya akan berupaya membangun segala sarana kemanusiaan dan bergerak disegala bidang, di berbagai aspek kehidupan yang memungkinkan.
  • Setiap AMIR dalam suatu wilayah perwakilan/negara harus bersedia bila dicalonkan sebagai pimpinan di negerinya sendiri, dengan tetap mempertahankan PRINSIP DASAR JAMA’AH dan pelestarian norma-norma/hukum-hukum yang tidak bertentangan dengan ajaran agama.
  • WARGA JAMAAH/KHILAFATUL MUSLIMIN ini adalah para pendaftar yang telah mendapatkan kartu anggota warga Khilafatul Muslimin yang terdiri dari :
  • Muslimin/Muslimah tanpa diskriminasi rasial, golongan, kebangsaan maupun jabatan dan berkewajiban menyerahkan Infaq dan Zakatnya ke BAITUL MAAL KEKHILAFAHAN ISLAM.
  • Non Muslim yang mendambakan keadilan dan kesejahteraan ummat serta bersedia patuh terhadap KHALIFAH/AMRUL MU’MININ sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran agama yang diyakininya, dan rela menyerahkan sumbangan menurut kemampuannya ke BAITUL MAAL KEKHILAFAHAN ISLAM, demi kesejahteraan bersama lahir batin.
  • JAMAAH/KHILAFATUL MUSLIMIN ini telah menunjuk seorang figur sebagai KHOLIFAH/AMIRUL MU’MININ untuk sementara yaitu : “Al Ustadz ABDUL QADIR HASAN BARAJA” sampai saat terselenggaranya MUSYAWARAH di tingkat INTERNASIONAL yang akan diikuti insya Allah oleh para AMIR dan CENDEKIAWAN MUSLIM  untuk memilih dan menetapkan KHOLIFAH/AMIRUL MU’MININ bagi segenap ummat Islam secara konvensional.
  • Diharapkan kepada seluruh cendekiawan muslim dan para pakar ummat dimana pun berada, baik secara pribadi atau pun atas nama kelompok/golongan untuk dapat kiranya berpartisipasi dan menyampaikan tanggapannya ke alamat Kantor Pusat Kekhalifahan Islam (KHILAFATUL MUSLIMIN). 

            Al-Ustadz Abdul Hasan Baraja, berinisatif mendirikan Khilafatul Muslimin dan mentasbihkan diri sebagai Khilafah, dengan alasan dan latarbelakang, sbb :

            “SEBAGAIMANA telah kita fahami bersama bahwa Allah telah mewajibkan atas orang-orang beriman untuk mentaati Allah, mentaati Rasul dan Ulil Amri sesuai dengan firman Allah (QS An-Nisa:59).
            Ulil Amri ummat Islam setelah wafatnya Rasul tidak lain adalah Kholifah/Amirul Mu’minin/Imam ummat Islam sedunia. Dengan demikian ketaatan ummat Islam terhadap Kholifah/Amirul Mu’minin adalah wajib ila yaumil Qiyamah dan tidak boleh mengalami kekosongan serta akan dipertanggungjawabkan oleh setiap muslim/muslimah di hadapan Allah kelak. Maka Khilafah Islamiyah milik kaum muslimin (Khilafatul Muslimin) adalah satunya-satunya wihdatul ummah/jama’ah ummat Islam sedunia berdasarkan Ad-dien yang wajib ditegakan di muka bumi. Karenanya terwujud masyarakat Islami yang menjadi cita-cita kita, bersama kebebasan (kemerdekaan) ummat non-muslim di dalam melaksanakan peribadatannya sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing.
            Sejarah membuktikan bahwa kejayaan kaum muslim dimasa lampau dikarenakan ummat Islam mampu mempersatukan & mempertahankan keutuhan ummat, dibawah satu sistem kepemimpinan Islam yaitu : Khilafah Islmaiyah dengan membuktikan sam’an wa tho’atan kepada Ulil Amri mereka (Kholifah/Amirul Mukminin). Adapun kemunduran dan kehancuran kaum muslimin, karena mereka tidak mampu lagi mempertahankan sistem kekhalifahan tersebut, yang mengakibatkan ummat terpecah belah menjadi beberapa golongan dan tiap-tiap golongan marasa bangga dengan apa yang ada pada golongannya sendiri (ashobiyah). Fenomena ini dinyatakan oleh Allah dengan tegas sebagai suatu kemusyrikan (QS Ar-Ruum :31-32) yang artinya : “Janganlah kalian termasuk orang-orang yang musyrik yaitu orang-orang yang memecahbelah dien/agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan, tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongannya sendiri”.
            Khilafatul Muslimin (kekhilafahan kaum muslimin) telah ada sejak kholifah Abu Bakar Asiddiq sampai dengan kekhilafah Turki Utsmani yang hancur atas konspirasi Yahudi dibawah pimpinan Musthafa Kamal Attaturk pada tahun 1924 dimana pada perjalanannya mengalami pasang surut dan tidak semuanya persis sejalan dengan “Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah”.
            Usaha untuk membangun kembali Khilafatul Muslimin setelah kehancurannya, telah banyak dilakukan namun tidak juga membuahkan hasil, antara lain :
  1. Tahun 1926 diadakan kongres Kekhalifahan Islam (di Kairo).
  2. Di Tahun yang sama Raja Ibnu Saud memprakarsai Kongres Muslim sedunia (di Mekkah) 
  3. Tahun 1931 diadakan Kongres Islam sedunia (di al Aqso Yarussalem) 
  4. Tahun 1949 Konferensi Islam Internasional yang kedua (di Karachi)  
  5. Tahun 1951  Konferensi Islam Internasional yang ketiga (di Mekah) dan pertemuan puncak ummat Islam. 
  6. Tahun 1964 konferensi Muslim sedunia lagi (di Mekah) 
  7. Tahun 1969 pertemuan puncak yang melahirkan Organisasi Konferensi Islam disingkat OKI (di Rabat) 
  8. Tahun 1974 diadakan KTT negara-negara Islam yang diadakan di Lahore. Dalam kesempatan ini presiden dari berbagi negara di Timur Tengah mengusulkan agar Raja Faisal dari Arab Saudi menjadi Khalifah/Amirul Mu’minin, tetapi tidak bersedia. 
  9. Di Indonesia tidak ketinggalan Bp. HOS Cokro Aminoto sebagai pelopor mengemukakan gagasan Pan Islamisme. Dengan tiga tahapan perjuangan. (1) Kemerdekaan Indonesia yaitu mengusir penjajah dari bumi Indonesia. (2) Kemerdekaan Islam di Indonesia artinya Islam sebagai satu-satunya sistem yang haq, bisa berlaku di Indonesia secara sempurna dan dilindungi oleh kekuasaan negara (N.I.I). (3) Kemerdekaan Islam di dunia yaitu membentuk Kholifah fil ardhi sebagai penjabaran dari Mulkiyah Allah (Kerajaan Allah di muka bumi). 
10.  Tahun 2000 Konferensi Khilafah I di Indonesia diadakan di Jakarta dan dihadiri oleh sekitar 5000 dari berbagai daerah di Indonesia dan luar negeri. 
11.  Tahun 2003 konferensi Islam di Indonesia yang diikuti oleh negara-negara muslim yang tujuannya untuk kesatuan ummat di negara-negara Islam. 

Dari data-data tersebut diatas dapat kita ketahui bahwa kekhalifahan tetap merupakan cita-cita kaum muslimin sedunia, namun upaya mengembalikannya melalui kongres-kongres/konferensi-kenferensi belum juga dapat memilih seorang Khalifah/Amirul Mu’minin dalam sistem kepemimpinan Islam (Khilafah Islamiyah) sebagai satu-satunya solusi dalam merealisasikan kembali Wihdatul Ummah. Untuk itu perlu adanya keberanian ummat Islam dalam mempelopori tegaknya Khilafatul Muslimin sebagi suatu kewajiban mutlak yang tidak boleh ditunda-tunda lagi tanpa perlu menunggu-nunggu kongres atau konferensi yang hanya menghasilkan cita-cita belaka (bukan merupakan sistem kepemimpinan yang berjalan).
Atas dasar-dasar tersebut diatas, maka Al-Ustadz Abdul Qadir Hasan Baraja’, membuat  sebuah konsep “MA’LUMAT KHILAFATUL MUSLIMIN” PADA TANGGAL 13 Rabiul Awwal 1418 H/18 Juli 1997 demi terwujudnya cita-cita kaum muslimin (tegaknya kembali Khilafah Islamiyah) kemudian ditawarkan/diedarkan kepada orang-orang yang dianggap berhak dan pantas selama  lebih kurang 3 (tiga) tahun namun akhirnya atas restu beberapa sahabat, tawaran tersebut berpulang kepada yang membuat konsep itu sendiri, yaitu: Al-Ustadz Abdul Qadir Hasan Baraja’, maka dengan sadar dan tawadlu serta terdorong oleh rasa takut kepada Allah sembari mengetahui akan kelemahan diri, bahwa beliau tidak sanggup memikul persoalan yang sangat fundamental tersebut; namun untuk sekedar mempelopori buat sementara waktu dari pada ketiadaan Ulil Amri, terpaksa beliau memberanikan diri untuk memulainya. Maka pada tahun 2000, setelah melalui proses diatas, secara resmi nama Al-Ustadz Abdul Qadir Hasan Baraja’, dicantumkan dalam ma’lumat tersebut dan di umumkan ke seluruh dunia.
Pada Kongres Mujahidin I Indonesia dalam rangka penegakan syariat Islam di Yogyakarta 5-7 Jumadil Ula 1421 H/5-7 Agustus 2000 M, yang dihadiri oleh ummat Islam, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, Al-Ustadz Abdul Qadir Hasan Baraja’,  telah membacakan kembali maklumat tersebut dan menyarankan agar peserta kongres memilih/menunjuk seorang Khalifah (Ulil Amri) pengganti beliau sebagai persyaratan tegaknya syariat Islam, namun  peserta kongres hanya memberikan dukungan serta menetapkan kriteria seorang Imam tanpa menunjuk seorang Khalifah/Ulil Amri, sebagaimana diusulkan oleh beliau. Kini bendera Kekholifahan  telah mulai berkibar kembali dan sepatutnyalah mendapatkan dukungan kaum muslimin dimana pun berada.
Akhirnya kami sangat mengharapkan sumbangsaran, kritik dan nasehat dari kaum muslimin/muslimat agar Khilafatul Muslimin benar-benar menjadi wadah pemersatu ummat Islam sedunia, dalam rangka mensukseskan penegakan syariat Islam demi Izzatul Islam wal muslimin dan terealisirnya misi “Rahmatan lil Alamin”. Semoga Allah SWT selalu memberkahi dan meridlai hidup kita semua, Amin ya Robbal ‘Alamin.
Demikian sekelumit latarbelakang TEGAKNYA KEMBALI KHILAFATUL MUSLIMIN, semoga kita diberi kemampuan oleh Allah untuk dapat memelihara dan melanjutkan sistem kepemimpinan Islam yang telah lama hilang dari permukaan bumi”. (Sumber : Wizzarotut Tarbiyah Watta’lim KHILAFATUL MUSLIMIN, seperti dimuat Calender Khilafatul Muslimin tahun 1428H/2007M)
Al-Ustadz Abdul Qadir Hasan Baraja’, tidak menjelaskan corak atau model ke-khilafahan didirikanya, apakah bercorak al-Khilafah ‘ala Minhajin-Nubuwwah : Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra, yang dikenal sebagai al-Khilafah al-Rasyidah,  atau seperti  “Khilafah-khilafah” Dinasty :  Umayah, Abasyiyah maupun Turki Utsmani.  Al-Ustadz Abdul Qadir Hasan Baraja’, hanya mengatakan, Khilafah wajib adanya hingga Hari Qiyamat dan tidak boleh mengalami kekosongan, dan untuk itu ia meminta dukungan kaum muslimin dimana pun berada. Al-Ustadz Abdul Qadir Hasan Baraja’, dan Khilafatul Muslimin, bermarkas di : Mesjid Al-Khilafah       Jl. WR. Supratman Bumi Waras, Teluk Betung-Bandar Lampung-Indonesia, Tlp/Fax: (0721) 474926, e-mail: khilmus@telkom, Homepage:www.geocities.com/khilafatulmuslimin 

Era Khilafah
            Demam Khilafah, baik yang melanda Hizbut Tahrir, Jamaah Muslimin Hizbullah maupun Khilafatul Muslimin, sesungguhnya bisa difahami. Sebab, merujuk pada Hadits yang diriwayatkan Nu’man bin Basyir dari Hudzaifah bin al-Yaman ra,  dan berdasarkan fakta-fakta yang ada, era dimana sekarang ini kita ada, adalah era berdirinya kembali Khilafah.

“Dari Nu’man bin Basyir dari Hudzaifah bin al-Yaman r.a., berkata: Rasulullah SAW., bersabda: Adalah masa Kenabian itu ada di tengah-tengah kamu sekalian, adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang mengikuti jejak Kenabian (Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit (Mulkan ‘Adhan), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya apabila ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyombong ((Mulkan Jabariyyah), adanya atas kehendak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya, apabila ia telah menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang mengikuti jejak Kenabian (Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah). Kemudian (Nabi), diam”. (Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid  4:273).

            Empat era kepemimpinan, menurut Hadits tersebut, akan menyertai umat Islam sepanjang perjalanan sejarahnya. 1) Era Nubuwwah, 2) Era Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah, 3) Era Mulkan ‘Adzan dan Jabariyatan, dan 4) Era Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah.
Para ulama sepakat, era nubuwwah ialah era ketika umat Islam berada di bawah kepemimpinan Rasulullah SAW,. Masa kepemimpinan beliau berlangsung selama kurang lebih 23 tahun.
Era Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah, ialah era ketika umat Islam berada di bawah kepemimpinan Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra., Disebut ‘Ala Minhajin-Nubuwwah, karena berdiri diawali dengan kebangkitan seorang Nabi, mengikuti jejak Nabi, memikul tanggungjawab tugas Nabi, dalam hal ini Nabi Muhammad SAW,.  Masa kepemimpinan Khilafah ini berlangsung selama kurang lebih 30 tahun, persis seperti yang diramalkan Nabi Muhammad SAW : “Al-khilafatu fii ummatii tsalatsuuna tsanatan” (HR. Abu Dawud & Tirmidzi).
Era Mulkan ‘Adzan dan Mulkan Jabariyatan, ialah era ketika umat Islam berada di bawah kepemimpinan Dinasty-dinasty : Umayyah, Abasiyah, Fatimiyah, hingga Turki Utsmani. Masa kepemimpinan Mulkan ‘Adzan dan Mulkan Jabariyatan ini berlangsung selama sekitar 1263 tahun (661 M – 1924 M), dengan 135 Kilafah/Raja/Penguasa. Rinciannya, sbb: Pemerintahan Dinasti ‘Umayyah di Damaskus (661-750 M): 14 Khalifah/Raja/Penguasa, Pemerintahan Dinasti ‘Abbasiyyah di Baghdad (750-1258 M): 37 Khalifah/Raja/Penguasa,  Pemerintahan Dinasti ‘Abbasiyyah di Kairo (1261-1517 M): 18  Khalifah/Raja/Penguasa, Pemerintahan  Dinasti ‘Utsmaniyyah di Turki (1517-1924 M): 36 Khalifah/Raja/Penguasa, kemudian Dinasti yang bersamaan dengan Khilafat ‘Abbasiyyah: Pemerintahan Dinasti ‘Umayyah di Spanyol (756-1031 M): 16 Khalifah/Raja/Penguasa, dan Pemerintahan Dinasti Fatimiyyah di Messir (909-1171 M): 14 Khalifah/Raja/Penguasa. Total : 135 Kilafah/Raja/Penguasa.
Era Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah, seperti telah disebutkan diatas, ialah era ketika umat Islam berada di bawah kepemimpinan Khalifah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra. Hadits ini menubuwwatkan, setelah era kepemimpinan Mulkan ‘Adlan dan Mulkan Jabariyatan berakhir, Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah, akan kembali berdiri dan akan kembali memimpin Islam dan umat Islam. Era Mulkan ‘Adzan dan Mulkan Jabariyatan telah berakhir, dengan runtuhnya Dinasty Turki Utsmani, 3 Maret tahun 1924 M. Runtuhnya Dinasty Turki Utsmani ini, memberi petunjuk dengan jelas, Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah masanya kembali berdiri, memimpin Islam dan umat Islam.
Adalah tidak mengherankan, jika Hizbut Tahrir, pimpinan Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, tak henti-hentinya mengobarkan semangat umat Islam untuk mendirikan Khilafah. Adalah tidak mengherankan, jika Jamaah Muslimin Hizbullah, pimpinan Wali Al-Fatah, dan Khilafatul Muslimin, pimpinan Al-Utstadz Abdul Qadir Hasan Baraja’, seolah berlomba mendirikan Khilafah, dan menyatakan kepada dunia Islam, bahwa Khilafah telah berdiri. Pada Jamaah Muslimin,  jabatan Khilafah di pegang oleh  Wali Al-Fatah sebagai Khalifah I, di susul kemudian oleh H. Muhyiddin Hamidy sebagai Khalifah II. Pada Khilafatul Muslimin, jabatan Khilafah dipegang oleh Al-Utstadz Abdul Qadir Hasan Baraja’, sebagai Khalifah I, hingga sekarang.

Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah, Pemimpin Agama Bukan Politik
Hizbut Tahrir boleh bercita-cita, berambisi dan mengobarkan semangat umat Islam untuk mendirikan lembaga Khilafah. Jamaah Muslimin Hizbullah dan Khilafatul Muslimin, boleh mengklaim, Khilafah telah berdiri, sesuai dengan konsep, versi, dan profil Khilafahnya masing-masing.
Namun, ada beberapa hal yang perlu dan harus menjadi catatan :
1)      Khilafah yang diramalkan akan berdiri pasca berakhirnya Mulkan ‘Adlan dan Mulkan Jabariyatan - Dianasty-dinasty,  ialah Khilafah ‘Alaa Minhaajin NubuwwahKhilafah yang mengikuti jejak kenabian, bukan Dinasty-dinasty, semacam Khilafah Turki Utsmani.
2)      Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah, dinamakan ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah, karena, berdiri, diawali dengan bangkitnya seorang nabi, mengikuti jejak nabi, dan sepenuhnya memikul dan melaksanakan tugas Nabi.
3)      Nabi bukan jabatan politik. Nabi adalah jabatan spiritual (agama). Nabi diangkat oleh Allah, dan bertanggungjawab kepada Allah. Masa kepemimpinan Nabi, mulai  sejak diangkat hingga akhir hayatnya. Karena, Nabi adalah jabatan spiritual (agama), maka kepemimpinan Nabi pun, bercorak spiritual (agama). Statusnya,  hanya dalam kapasitas sebagai Kepala atau Raja Agama.
4)      Jika Nabi Muhammad SAW., dalam perjalanan sejarahnya, selain sebagai Kepala atau Raja Agama, juga menjadi Kepala Negara, itu adalah fakta politik, dimana umat Islam menghendaki demikian, dan satu keniscayaan, karena beliau adalah uswatun hasanah – contoh/teladan terbaik, dimana beliau harus memberikan contoh/teladan terbaik  dalam segala aspek kehidupan, tak terkecuali dalam mengelola dan menyelenggarakan negara.
5)      Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah adalah Khilafah yang mengikuti jejak Nabi. Tentunya, Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah pun bercorak spiritual (agama). Statusnya, hanya dalam kapasitas sebagai Kepala atau Raja Agama.
6)      Jika Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra, sebagai perwujudan dari Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah, dalam perjalanan sejarahnya juga menjadi Kepala Negara, selain karena mengikuti jejak Nabi, juga adalah fakta politik, dimana umat Islam menghendaki demikian. Terbukti, ketika umat Islam tidak lagi menghendaki sistim Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah menjadi model kepemimpinannya, maka mereka pun meninggalkan sistem Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah itu, bahkan dengan cara yang tidak Islami, dan kembali ke sistim jahiliyah, yaitu dengan mendirikan Kerajaan (dinasty-dinasty), mulai dari Dinasty Bani Umayyah hingga Dinassty Turki Utsmani, berlangsung selama sekitar 1263 tahun, dengan 135 Raja, hingga akhirnya sistim itu pun berakhir, tumbang tahun 1924.
7)      Nabi, sebagai pemimpin spiritual -- Kepala atau Raja Agama, tidak mempunyai dan tidak harus mempunyai wilayah kekuasaan, atau toritorial, atau Negara. Wilayah kekuasaan atau toritorial Nabi ialah hati setiap individu dari Bangsa dan Negara apa pun. Nabi mengikat dan menyatukan umat, bukan oleh wilayah kekuasaan, atau toritorial, atau Negara, tetapi oleh agama (ad-Dein), yang esensinya dirangkum dalam kalimah tauhid : Laa ilaaha illallaahu, Muhammadar-Rasulullaahu.
8)      Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah, sebagai pemimpin spiritual -- Kepala atau Raja Agama, tidak mempunyai dan tidak harus mempunyai wilayah kekuasaan, atau toritorial, atau Negara. Wilayah kekuasaan atau toritorial  Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah ialah hati setiap individu dari Bangsa dan Negara apa pun. Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah, mengikat dan menyatukan umat bukan oleh wilayah kekuasaan, atau toritorial, atau Negara, tetapi oleh agama (ad-Dein), yang esensinya dirangkum dalam kalimah tauhid : Laa ilaaha illallaahu, Muhammadar-Rasulullaahu.
9)      Bahwa Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah adalah jabatan spiritual (agama), wilayah toritorial kekuasaannya adalah agama, dan fungsinya adalah meneguhkan agama, mendapat legitimasi langit, sebagaimana diungkapkan dalam Firman-Nya: “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang dari antara kamu yang beriman dan berbuat amal saleh, bahwa Dia pasti akan menjadikan mereka itu khalifah-khalifah di muka bumi ini, sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah-khalifah dari antara orang-orang yang sebelum mereka, dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama mereka, yang telah Dia radhai bagi mereka, dan niscayalah Dia akan memberi mereka keamanan dan kedamaian sebagai pengganti sesudah ketakutan mencekam mereka,........” (An-Nur, 24:56)

Berdasar catatan diatas, dari tiga kelompok yang mengusung dan mempropagandakan ide Khilafah : Hizbut Tahrir, Jamaah Muslimin Hizullah, dan Khilafatul Muslimin,  tampaknya belum satu pun ide Khilafah yang diusung dan dipropagandakannya memenuhi kriteria Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah.
Hizbut Tahrir, selain ide Khilafahnya tak kunjung menjadi kenyataan, sudah 85 tahun masih wacana dan propaganda-propaganda saja, dan meskipun wilayah Khilafah yang diusungnya bersifat global tanpa sekat negara, namun model Khilafah yang ditawarkan dan diusungnya, sangat identik dengan mulkan-mulkan atau dinasty-dinasty. Khilafah = politik Islam, Khilafah = kekuasaan. Syariat bisa ditegakan jika  Islam punya Khilafah atau kekuasaan. Ini artinya, Khilafah yang ditawarkan  Hizbut Tahrir, tidak memenuhi kriteria Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah,  Khilafah yang saat ini, seharusnya berdiri, memimpin Islam dan umat Islam.
Jamaah Muslimin Hizbullah, yang mengklaim, Khilafah telah berdiri sejak 1953 lalu, dengan Wali Al-Fatah sebagai Khilafah I, dan kini, H. Muhyiddin Hamidy, sebagai Khilafah II, meskipun menyatakan, Khilafah Jamaah Muslimin Hizbullah non-politik, namun ia juga tidak memenuhi kriteria Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah, Khilafah yang saat ini, seharusnya berdiri, memimpin Islam dan umat Islam. Hanya dengan alasan, muslimin saat ini sedang mengalami kevakuman kepemimpinan, tiba-tiba saja, Jamaah Muslimin Hizbullah, membai’at Wali Al-Fatah sebagai Khilafah, disusul kemudian H. Muhyiddin Hamidy, sepeninggalnya. Tidak jelas, siapa yang digantikan Wali al-Fatah, dan siapa yang diikuti jejaknya, sebagai salah satu kriteria dari Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah.
Khilafatul Muslimin, yang mengklaim, Khilafah telah berdiri sejak 1997 lalu,  selain  tidak menyebutkan model Khilafah-nya : politik atau agama, namun Khilafah yang ditawarkannya juga tidak memenuhi kriteria Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah, Khilafah yang saat ini, seharusnya berdiri, memimpin Islam dan umat Islam. Hanya dengan alasan, ke-khalifah-an merupakan cita-cita kaum muslimin sedunia, tiba-tiba saja, Khilafatul Muslimin, membai’at Al-Utstadz Abdul Qadir Hasan Baraja’, sebagai Khilafah. Tidak jelas, siapa yang digantikan Al-Utstadz Abdul Qadir Hasan Baraja’, dan siapa yang diikuti jejaknya, sebagai kriteria salah satu dari Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah.
Tidak terpenuhinya kriteria Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah inilah tampaknya yang menyebabkan Khilafah yang ditawarkan dan dipropagandakan Hizbut Tahrir, tak kunjung menjadi kenyataan, dan Khilafah yang di klaim telah berdiri oleh Jamaah Muslimin Hizbullah dan Khilafatul Muslimin, sulit berkembang seperti tidak punya ruh, tidak punya daya Quad Qudsiyah.
Suatu kali saya berkunjung ke rumah seorang sahabat dan sekaligus guru saya, Prof. Dr. Ahmad M. Sewang, Direktur Pasca Sarjana UIN Alaudin, Makassar. Setelah beberapa saat ngobrol, tiba-tiba saya ditanya: Utstadz, mungkinkah Khilafah yang di ususng Hizbut Tahrir bisa terwujud?
Saya, terperanjat, kaget mendengar pertanyaannya. Masa, pakar agama, Profesor, nanya masalah agama, berat lagi, sama saya. Tapi, tak urung, saya mejawab pula. Saya bilang: “bisa pak, Khilafah yang diusung Hizbut Tahrir bisa terwujud,  tapi Hizbut Tahrir harus menempuh dua cara”. “Cara apa itu”, tanyanya penasaran. “Pertama”, kata saya, “jika Hizbut Tahrir melakukan kudeta atas suatu wilayah kekeuasaan atau pemerintahan suatu negara. Jika kudetanya dapat dukungan rakyat dan militer, insya Allah, Khilafah yang ditawarkan dan di propagandakan Hizbur Tahrir, terwujud”. “Lho, kenapa harus kudeta?”. Saya bilang: “Demokrasi, kata Hizbut Tahrir, haram. Demokrasi adalah produk Kapitalisme, sedangkan Islam adalah wahyu. Oleh karena itu, Hizbut Tahrir, anti demokrasi, dan untuk itu, Hizbut Tahrir, tidak akan pernah ikut pemilu. Nah, kalau Hizbut Tahrir menyatakan diri sebagai partai politik Islam, tapi ia tidak akan pernah ikut pemilu, karena demokrasi adalah produk Kapitalisme, haram, lalu bagaimana ia akan dapat mencapai kekuasaan?”. “Makanya”, kata saya, “cara yang mungkin ia tempuh untuk mewujudkan Khilafah yang dicita-citakannya,  ialah dengan cara kudeta. Kalau kudetanya berhasil, dapat dukungan rakyat dan militer, insya Allah, terwujud”, kata saya.  “Kalau begitu, ide Khilafah yang diusung Hizbut Tahrir, tidak mungkin terwujud”, kata beliau.
“Lalu, cara kedua”, beliau tampak penasaran. “Cara kedua”, kata saya. Hijrah ke planet lain,  bikin koloni, lalu bikin negara baru”. “Ini tidak mungkin, kalau begitu, ide Khilafah yang diusung Hizbut Tahrir, tidak mungkin terwujud”, kata beliau. “Ya, memang, tidak mungkin terwujud, ide Khilafah yang di usung Hizbut Tahrir coraknya politik, bukan agama. Padahal, Khilafah yang diramalkan akan berdiri, pasca berakhirnya era dinasty-dinasty, ialah Khilafah yang bercorak agama, Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah. Nah, kebetulan saya baru menyelesaikan tulisan berjudul : Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah: Dari Era Al-Rasyidah Hingga Era Al-Ahmadiyah, saya mohon, Bapak berkenan mebaca tulisan ini,” kata saya menutup pembicaraan sambil menyerahkan tulisan.

Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah Dalam Persepektif Ahmadiyah    
SIDANG JALSAH yang berbahagia, tamu-tamu Masih Mau’ud as, yang dirahmati Allah. Selain Hizbut Tahrir, Jamaah Muslimin Hizbullah, dan Khilafatul Muslimin, Jemaah Ahmadiyah juga termasuk yang mengusung dan menawarkan ide Khilafah. Dalam perspektif Ahmadiyah, Khilafah adalah sistem  kepemimpinan (imamah), dalam Islam. Khilafah wajib adanya bagi muslimin, dan keluar sejengkal saja dari Jamaah dan Imamah, akan menyebabkan ikatan Islam terlepas dari leher uamt Islam, dan jika ia mati, maka matinya termasuk mati jahiliyah.
Jemaah Ahmadiyah setuju dan sepakat, berdasarkan Hadits Rasulullah SAW, yang diriwayatkan oleh Nu’man bin Basyir dari Hudzaifah bin Al-Yaman, dan fakta-fakta yang ada, era dimana sekarang ini kita berada adalah era beridirinya kembali Khilafah. Namun, Khilafah yang diyakini akan berdiri pada era ini ialah Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah – Khilafah yang mengikuti jejak kenabian.
Dalam persepektif Ahmadiyah, Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah, ialah kepemimpinan bercorak spiritual (agama), bukan kepemimpinan bercorak pilitis, semacam raja-raja atau dinasty-dinasty. Oleh karena itu, wilayah kekuasaan Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah, tidak mengenal batas toritorial (negara), karena wilayah kekuasaannya meliputi hati setiap individu dari suku, bangsa, dan negara apa pun.
Khilafah ‘Ala Minhaajin Nubuwwah yang ditawarkan Ahmadiyah, lebih maju dari yang ditawarkan Hizbut Tahrir, bahkan lebih maju dari yang ditawarkan Jamaah Muslimin Hizbullah dan Khilafatul Muslimin. Dalam persepektif Ahmadiyah,  Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah, telah berdiri sejak seabad lalu, tepatnya pada tanggal 27 Mei 1908, 16 tahun sebelum Dinasty Turki Utsmani runtuh.
Lima orang, telah dan sedang memangku jabatan Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah, setelah mereka di bai’at oleh orang-orang yang mengimaninya, dalam satu abad terakhir.
Khilafah I, Al-Haj Maulana Hakim Nuruddin r.a. (1908 ~ 1914)
Khilafah II, Al-Haj Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad r.a. (1914 ~ 1965)
Khilafah III,  Hadhrat Mirza Nasir Ahmad r.a. (1965 ~ 1982)
Khilafah IV, Hadhrat Mirza Tahir Ahmad r.h.a. (1982 ~ 2003)
Khilafah V, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad a.t.b.a (2003 ~ sekarang)
Jemaah Ahmadiyah meyakini, Khilafah ini adalah perwujudan dari Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah fase ke-2,  seperti Sabda Nabi Muhammad SAW, : “Tsumma takuunu khilaafatan ‘alaa minhaajin-nuwwah”kelak akan berdiri Khilafah yang mengikuti jejak kenabian.  (Musnad Ahmad bin Hanbal, Jilid  4:273).
Ada beberapa alasan alasan yang melatari Jemaah Ahmadiyah yakin Khilafah diusungnya adalah benar perwujudan dari Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah fase ke-2 :
1)      Khilafah ini berdiri, diawali dengan bangkitnya seorang pembaharu (reformer), yaitu Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as., Mujaddid ‘A’dham abad XIV H, Al-Mahdi dan Al-Masih yang Dijanjikan Kedatangannya (al-Masih al-Mau’ud), oleh Rasulullah SAW,.
2)      Khilafah  ini berstatus menggantikan fungsi dan tugas Hadhrat Mirza Ghulam Ahad as., Mujaddid ‘A’dzam abad XIV H, Al-Mahdi dan Al-Masih yang Dijanjikan Kedatangannya (al-Masih al-Mau’ud), oleh Rasulullah SAW,. setelah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. wafat, tanggal 26 Mei 1908.
3)      Khilafah ini seutuhnya memikul dan melaksanakan tugas Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, yang mendapat mandat melaksanakan tugasa Nabi Muhammad SAW, yaitu : “Yuhyiddiina wa yuqiimusy-syari’ah”, dan “Liyud-hirahu ‘alad-diini kullihi walaukarihal musyrikuun/walau karihal kaafiruun”.
4)      Khilafah ini bercorak sepiritual (agama). Statusnya,  hanya dalam kapasitas sebagai Kepala atau Raja Agama. Ruang lingkup kekuasaanya hanya dalam wilayah agama. Wilayah kekuasaannya tidak mengenal batas toritorial (negara), karena wilayah kekuasaanya meliputi hati setiap individu dari setiap bangsa dan negara apa pun.
5)      Khilafah ini mengikat dan menyatukan umat bukan oleh wilayah kekuasaan, atau toritorial, atau Negara, tetapi oleh ikatan agama (ad-Dein), yang esensinya dirangkum dalam kalimah tauhid : Laa ilaaha illallaahu, Muhammadar-Rasulullaahu. Lebih 200 juta, dari 190 negara diseluruh dunia, telah menyatakan bergabung dan berhimpun dalam silsilah Khilafah ini.
6)      Silsilah Khilafah ini lazim disebut Khilafah Ahmadiyah, karena berdiri dalam silsilah Ahmadiyah, dan lazim pula disebut Khilafah Al-Masih atau Khalifatul Masih, karena pembaharu (reformer), yang digantikannya bergelar al-Masih al-Mau’ud - Al-Masih Yang Dijanjikan Kedatangannya oleh Rasulullah SAW
7)      Berdirinya Khilafah ini, diawali dengan bangkitnya al-Masih al-Mau’ud,  menyempurnakan ramalan penulis Kitab Misykatul Masabih, mengomentari Hadits Nabi tentang Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah fase II. Dalam catatan kakinya, ia menulis: “Addhaahiru annal-Murada bihi jamani Isa wal Mahdi”.  Bahwa, Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah itu akan zahir pada zaman Isa dan Mahdi.
8)      Dan, berdirinya Khilafah ini,  juga menyempurnakan kabar suka Pendiri Jemaah Ahmadiyah, yang mengabarkan, bahwa sepeninggalnya akan berdiri Khilafah-Khilafah, yang disebutnya sebagai Qudrat Kedua. Beliau berkata :
“Sebab itu, wahai saudara-saudara! Karena sejak dahulu begitulah sunnatullah (adat-kebiasaan Allah), bahwa Allah menunjukan dua Kudrat-Nya, supaya diperlihatkan-Nya bagaimana cara menghapuskan dua kegirangan yang bukan-bukan dari musuh, maka sekarang tidak mungkin Allah Ta’ala akan meninggalkan sunah-Nya yang tidak berobah-robah itu. Maka janganlah kamu bersedih hati karena uraianku yang aku diterangkan dimukamu ini. Jangan hendaknya hatimu menjadi kusut, karena bagimu perlu pula melihat Qudrat Yang Kedua. (Al-Wasiat, Jemaat Ahmadiyah 2006 : 14)
            Qudrat Kedua yang dimaksud Pendiri Jamaah Ahmadiyah ialah Khilafah-Khilafah. Beliau menulis :
“Sebagaimana telah terjadi di waktu Hadhrat Abu Bakar Siddiq r.a., ketika Rasulullah SAW., wafat yang disangka orang bukan pada waktunya, dan banyak diantara orang-orang dusun yang bodoh balik murtad dan sahabat-sahabat r.a., pun karena terlampau sedihnya – hampir-hampir seperti gila rupanya, pada ketika itulah Allah Ta’ala menegakan Hadhrat Abu Bakar Siddiq r.a., untuk memperlihatkan Qudrat-Nya Kedua kali, dan Islam yang hampir-hampir  akan tumbang itu ditopang-Nya kembali. Dan janji yang di Firmankan-Nya: “Akan Kami teguhkan langkah-langkah kaki mereka bagi mereka, sesudah kecemasan dan ketakutan meliputi mereka (24:55), ditepati-Nya”. (Al-Wasiat, Jemaat Ahmadiyah 2006 : 12-13)
            Tahun 2008 lalu, tepatnya tanggal 27 Mei, masa ke-khilafah-an ini, genap satu abad. Tahun 2008 pun ditetapkan Jemaah Ahmadiyah, sebagai tahun tasyakur seabad Khilafat.
            Tahun 2009. Khilafah ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah Ahmadiyah memasuki abad kedua, abad kejayaan yang akan diwarnai dengan yadkhuluuna fii diinillaahi afwajan. Insya Allah, dibawah komando Khilafah, Islam dan umat Islam akan unggul untuk kedua kalinya dan untuk selama-lamaya : agama, politik, ekonomi, budaya, dan bahkan sains dan teknologi.***
Khilafati ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah,…. Khilafati Ahmadiyah,… Khilafati ‘Alaa Minhaajin Nubuwwah Ahmadiyah,…Zindabad!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar